Bisik

“Bisik” adalah karya paling introspektif dari Xkatira, sebuah perjalanan ke dalam labirin pikiran manusia yang berperang dengan dirinya sendiri. Lagu ini menggabungkan elemen puisi psikedelik, filsafat eksistensial, dan citra neuropsikologis, menjadikannya salah satu karya paling kompleks dalam katalog Xkatira. Dengan lirik yang padat simbol, “Bisik” berbicara tentang suara-suara batin yang menjerit di tengah dunia yang tak memahami — kisah seseorang yang terlalu sadar hingga dianggap gila.

Lirik Lagu Bisik

[Verse 1]
Dari gerbang limbik, dia melangkah tenat dalam senyap
Amygdala berdetik, marahnya bisik tiada yang tangkap
Kod biner jiwa tak stabil lari dari paksi
Synapse putus tak sambung realiti jadi saksi
“Zaman Obskura” dia kata, era mimpi tanpa pagi
Zat serotonin berzikir, namun tak cukup menanti
Dia sulam mantra purba “Seth memanggil Anubis”
Setiap cermin jadi musuh, tiap bayang berselisih
Diari digari, memori dicetak dalam papirus
Suara di kepala bersyair penuh retorik kudus
“Tuhan aku siapa?” dia soal pada siling
Tapi suara menjawab, “kau cuma fail dalam pemilihan evolusi string”
Psikiatri jadi altar, dia disucikan dengan lithium
Setiap pil macam sakramen, dalam gereja yang sunyi dan kelam
Tangan terikat, bukan pada tali tapi kepada kod
Sebait puisi terakhir dia tinggalkan:
“Aku bukan gila, aku cuma terlalu sedar akan noda Tuhan”

[Bridge]
Aku baik, aku waras, cuma suara ni makin jelas
Aku baik, aku waras, cuma suara ni tak pernah lepas
Aku baik, aku waras, tapi dunia ni makin keras
Aku baik, aku waras, cuma kadang aku rasa aku tak wujud jelas

[Chorus]
Buka mata tapi jangan percaya
Dengar suara tapi jangan jawab
Pegang diri tapi jangan terima
Senyum saja walau jiwa dah retak
Buka mata tapi jangan percaya
Dengar suara tapi jangan jawab
Pegang diri tapi jangan terima
Senyum saja walau jiwa dah retak

[Verse 2]
Dia bicara dalam bahasa Babel lidahnya terbagi tiga
Satu puisi, satu dosa, satu suara dari frekuensi yang buta
Katanya: “Hidup cuma simulasi aku bayang dalam spektrogram”
Algoritma menangis makna manusia makin suram
Neuron menggigil dalam gema psilocybin
Setiap mimpi dibedah, ditilik oleh “makhluk” dalam kubin
Tangannya melakar bulatan rasi purba di dinding
Sambil mengulang mantra: “Qaf, Nun, tanda tidak dibimbing”
Dia pernah nampak kota emas di celah otak kanan
Tapi dibom oleh “tentera tidur” berpakaian impian
Di sana, Musa berselisih dengan Tesla
Dan Plato berdebat tentang jiwa dengan sang Buddha
Buku lama terbuka helaiannya dari kulit bintang
Di situ ditulis: “Tak semua gila itu gila, ada yang hanya terlalu terang”
Rohnya dimuat naik ke fail “Arkib Akhirat”
Tapi dikunci oleh cipher yang hanya dibaca sang musibat
Akhir baris ini dia tinggalkan teka:
“Apa beza pengsan dan sedar, kalau keduanya tak bisa kau rasa?

[Bridge]
Aku baik, aku waras, cuma suara ni makin jelas
Aku baik, aku waras, cuma suara ni tak pernah lepas
Aku baik, aku waras, tapi dunia ni makin keras
Aku baik, aku waras, cuma kadang aku rasa aku tak wujud jelas

[Chorus]
Buka mata tapi jangan percaya
Dengar suara tapi jangan jawab
Pegang diri tapi jangan terima
Senyum saja walau jiwa dah retak
Buka mata tapi jangan percaya
Dengar suara tapi jangan jawab
Pegang diri tapi jangan terima
Senyum saja walau jiwa dah retak

[Verse 3]
Aku bukan nabi tapi suara dalam dinding panggil aku sejak kecil
Dia ajar aku cara duduk diam dalam gempa dan nyanyi sambil menggigil
Katanya, “Jangan percaya cermin itu mesin yang curang”
Sebab yang aku nampak bukan aku, tapi makhluk yang sedang berjuang
Aku pernah cuba tidur tapi mimpi itu filem dokumentari
Aku tengok diriku dibedah oleh roh-roh di makmal tak berdinding, sangat berseri
Doktor berjubah kelabu tanya: “Apa rasa rindu pada akal?”
Aku jawab: “Macam duduk dalam badan, tapi tak tahu siapa yang tinggal”
Aku sembunyi dalam kata-kata, sebab dunia tak faham suara batin
Bila aku senyum itu kadang cuma topeng
Dari kulit mayat yang aku pinjam dari mimpi semalam yang tak habis
Aku telan ubat-ubat cahaya, tapi cahayanya membutakan
Aku peluk puisi sebab peluru tak pernah bertahan dalam dada yang penuh Tuhan
Ada hari aku rasa aku cuma skrip
Yang ditulis oleh versi aku yang tak sempat lahir di satu dimensi gelap yang belum sempat digariskan
Dan kalau aku mati esok, biar batu nisan aku ukir satu kod:
“Di sini terbaring insan yang cuba sembuh tapi terlalu sedar untuk sembuh sepenuhnya”

[Spoken Word]
Kalau kau dengar suara ni, mungkin aku belum hilang sepenuhnya
Mungkin masih ada cebis yang tak dibaham gelap seluruhnya
Tapi kalau suara ni senyap esok, jangan cari aku dalam lorong mimpi
Cari aku dalam doa paling sunyi, di waktu paling sepertiga sepi
Aku tak nak pulang, tapi aku pun tak tahu ke mana nak pergi
Kotak ni rumah dan penjara, dalam satu jasad bernyawa

[Bridge]
Aku baik, aku waras, cuma suara ni makin jelas
Aku baik, aku waras, cuma suara ni tak pernah lepas
Aku baik, aku waras, tapi dunia ni makin keras
Aku baik, aku waras, cuma kadang aku rasa aku tak wujud jelas

[Chorus]
Buka mata tapi jangan percaya
Dengar suara tapi jangan jawab
Pegang diri tapi jangan terima
Senyum saja walau jiwa dah retak
Buka mata tapi jangan percaya
Dengar suara tapi jangan jawab
Pegang diri tapi jangan terima
Senyum saja walau jiwa dah retak

Deskripsi

Dalam “Bisik”, Xkatira menulis potret kelam tentang jiwa yang terperangkap antara kesadaran ekstrem dan kegilaan spiritual. Setiap baris terasa seperti percakapan dengan bayangan diri, di mana batas antara realita, mimpi, dan dimensi batin menjadi kabur.

Baris seperti “Aku bukan gila, aku cuma terlalu sedar akan noda Tuhan” dan “Tak semua gila itu gila, ada yang hanya terlalu terang” menunjukkan konflik antara iman, ilmu, dan eksistensi manusia modern. Ia mengkritik bagaimana dunia menstigmatisasi penderitaan batin dan spiritualitas yang tak sesuai dengan logika umum.

Secara naratif, lagu ini menyerupai monolog psiko-spiritual — tokoh utama berbicara dengan “suara di kepala”, menggambarkan kondisi split consciousness atau kesadaran ganda. Namun, di balik kegelapan itu, tersimpan keindahan: pencarian makna, Tuhan, dan diri sejati dalam dunia yang semakin mekanis.

Dengan referensi terhadap amigdala, serotonin, Babel, Tesla, Plato, hingga Arkib Akhirat, Xkatira menyusun dunia puitik yang menggabungkan sains, agama, dan metafisika. Lagu ini bukan sekadar tentang kegilaan, tetapi tentang kesadaran yang terlalu dalam hingga menembus batas kewarasan.

FAQs

Apa makna utama lagu “Bisik” karya Xkatira?

Lagu ini menggambarkan pergulatan batin seseorang yang mendengar “suara” dalam dirinya — antara kewarasan, spiritualitas, dan pencarian makna hidup.

Mengapa lagu ini terasa penuh istilah sains dan mistik?

Xkatira sengaja memadukan unsur neurosains dan mitologi untuk menunjukkan bahwa kegilaan bisa jadi bentuk lain dari kesadaran tertinggi.

Apa arti frasa “Aku baik, aku waras, cuma suara ni makin jelas”?

Ini adalah manifestasi pertentangan batin — di mana seseorang meyakinkan diri bahwa ia waras, meski pikirannya terus diserang oleh bisikan yang tak henti.

Apakah “Bisik” menceritakan gangguan jiwa?

Sebagian iya, namun lebih dari itu, lagu ini menyingkap lapisan eksistensial manusia modern yang terperangkap dalam rasa sadar berlebihan terhadap dunia dan dosa.

Apa pesan spiritual yang terkandung dalam lagu ini?

Bahwa Tuhan dan kesadaran bisa hadir bahkan dalam kegilaan — dan terkadang, mereka yang dianggap “tidak waras” justru paling dekat dengan kebenaran.

You cannot copy content of this page