Sel Kanker

Lagu “Sel Kanker” menghadirkan lirik rap yang keras, padat referensi ideologis, dan penuh kecaman terhadap ketidakadilan sosial, kapitalisme, serta komodifikasi perlawanan. Sebagai lanjutan dari tema EP, lagu ini menggabungkan rujukan internasional (Rojava, Chiapas), tokoh-tokoh intelektual, dan gambaran realitas lokal untuk membongkar “sel” sistemik yang merusak kehidupan manusia. Tulisan ini menganalisis makna, gaya, dan pesan kritis dalam lirik untuk pembaca dan penggemar yang ingin memahami konteks sosial-politik di balik kata-katanya.

Lirik Lagu Sel Kanker

[Verse 1]
Bentangkan suara dari Spanyol hingga sejarah tak lagi sekilas
Melalui Rojava – Chiapas
Mengitari sudut resah kota dan penggusuran
Hingga ancaman mortar dengan sejuta moncong senapan
Kaderkan Hitler, memanifestasikan kekerasan
Budayakan pembelian adalah kemahsyuran
Berjuta diksi ‘toxic’ sebagai pelindung hasrat seksual
Merdekamu sebatas hitungan angka berbalut ilusi yang binal
Jika N adalah ekspansi keuntungan
Maka EGAR & A adalah penjaga sang tuan
Tiada tuan, tiada tuan, hidup adalah penindasan bagi perempuan
Berapa harga yang pantas bagi sebuah keperawanan?
Lalu selidiki kami dengan motif yang janggal
Kami diundang masuk pasal
Membuka Amsal satu sampai enam
Hasrat pembangkangan tak pernah redam
Meski moncong loreng senapan sepintas Pindad
Melucut konflik serupa Baghdad
Loreng sipil berkeliaran
Menjajakan diri sebagai preman
Heroik palsu atas nama darah dan tulang
Koran jatuh Tempo oleh mainstream TV perdetik
Tawarkan politik makan naik kulit putih singkirkan ilalang
Melongok tempo September Hitam, polarisasi dalam intrik politik
Laksana surya berkibarku dari timur
Hancurkan sekat dari timur hingga kugali kubur
Menggempur berhala kota dan menggelinang dosa
Hingga keajaiban kilaunya raksasa merah menembus peraduan
Menggempur garis depan kami hitam dalam balut topeng keberanian
Kebenaran adalah minor pasca skala kuantitas pasar dagang
Matikan televisi, Bookchin lebih berarti
Atas skandal kenaikan perampasan tanah – Tuhan adalah uang
Lalu akal sehat mati dan rampas-rampas, tanda tangan-tanda tangan
Sumpah serapah berdatangan
Lahirkan dendam untuk distopia
Dan megahnya istana yang biasa memberi tumbal sebuah nyawa
Pasca 65, Trikora, dan MP3EI adalah maklumat dari sang saka, yo

[Verse 2]
Bicarakan sekuritas, apa itu?
Bicarakan individualitas, apa itu?
Tak ada ruang aman bagi siapapun kecuali diri sendiri
Maka yang mati biarlah hangus terbakar dalam api
Tak ada pula makan siang yang gratis
Meski ular dan kucing berhasil memangsa
Kusarankan kalian tak berkompromi dengan Serigala
Baik ide lama Marx yang kukubur dan kuludahi pula Johan Xax
Kafir atau Si Kumis nihilis
Apalah arti Debord dan Kaczynski?
Setiap saat kubergulat dengan ‘society’ dan bersenggama dengan teknologi
Apa arti bunuh diri jika setiap saat aku bisa mati?
Apa arti Messi dan AS? Jika patron dihancurkan oleh Catalunya otonom milisi
Apalah arti brutal yang kalian semua cintai?
Apalah arti diri sendiri bagi dirimu sendiri?
Membusuklah amoral dalam penjara moral
Matilah manik dan depresi dalam kurikulum dan muatan lokal
Tak butuh salam atau perkenalan jika solidaritas yang dipaksakan adalah hantu
Urus urusanmu, garis depan tetap beradu, ada dan tiada dirimu
Semuanya hanyalah palsu, sebab kalian bagiku hanyalah sebuah hantu

Yo, ini bukan euforia untuk buruh seluruh dunia
Bagaimana bisa terjadi pembebasan yang perlu direbut?
Padahal kebebasan adalah dirimu sendiri

[Verse 3]
Lantang teriak penuhi jalanan
Berlagak martir yang dijual dan dikomodifikasi sebagai simbol perlawanan
Antitesismu bak pantulan cermin yang pantulkan selangkangan untuk diperjualbelikan
Nyatanya kau sendiri rasakan kejamnya pengkhianatan, hingga kau dijadikan bahan tertawaan
Lelucon t-lol yang masih membahas bendera dan pergerakkan
Dimana titik kumpul sudah lebih dulu diamankan
Keluarlah tikus pengecut di sosial media
Coba lawan ‘Dalmas’ yang berseragam antariksa
Apakah kalian sudah yakin hidup tersiksa
Jika harapanmu adalah mati namun kenapa tak bisa?
Terbunuhlah jiwa-jiwa penghamba dunia farmasi
Yang takut mati dalam depresi karena gagal berekspresi
Kebodohan personal dalam komunal
Ket-lolan 285 kriminal ex-anal
Persetan sindikat serikat murtad, aparat bejat, b-ngsat, sekarat
Lalu teriak “All Everyone All Bastard!”
Jika kuamini Deleuze ini Anti-Oedipus
Normalisasi saat tertindas hanya akan membuat mampus
Apapun itu semunya hanyalah soal bercumbu dengan dunia
Mati mampus minum racun Cap Tikus
Kalian bukan Zarathustra bukan pula Ikarus
Berjalan dan terbang hanya akan buat kalian hangus
Satu hari akan kubakar bunga matahari
Akan kupandangi hingga menjadi abu setebal lima inchi
Dan menyaksikan pula lebah yang mati
Ketika mereka berkata “kenapa seperti ini?”
Maka kan kukatakan “terserahlah aku tak peduli!”
Satu tiga satu dua, mereka semua telah kulalui
Jangan coba kau datang dan mengatakan ‘amorfati’
Segala apapun telah kulalui, bicara ini dan nanti semuanya telah kulampaui
Depan muka, aku akan memaki
Biar kujelaskan apa itu arti dari mati!
Depan muka, aku akan memaki
Biar kujelaskan apa itu arti dari mati!
Baiklah, mulai takdir kalian, kami akan menjadi mimpi buruk
Serupa tema-tema kenaikkan hutang dalam syarat penurunan stabilitas
Untuk utopia, untuk euforia, untuk secarik kebebasan
Kami tunggu kalian meski hanya sejarak barisan nisan
Masih kami tunggu kalian meski hanya sejarak barisan nisan, persetan

Deskripsi

“Sel Kanker” membuka ruang kritik yang jauh lebih keras dibandingkan track sebelumnya. Dari awal lirik, Terapi Minor langsung menempatkan pendengar pada lanskap global—dari Rojava hingga Chiapas—sebagai simbol perlawanan internasional yang disandingkan dengan realitas lokal seperti penggusuran dan konflik agraria. Metafora “sel kanker” bekerja sebagai gambaran bagaimana penindasan tumbuh dari dalam tubuh masyarakat, menyebar perlahan tapi pasti, dan menghancurkan segala sendi kehidupan.

Lagu ini penuh dengan citraan politik dan historis yang menghubungkan masa lalu dengan kondisi kontemporer. Penyebutan pasca 65, Trikora, hingga program pembangunan seperti MP3EI memberi penekanan bahwa luka sejarah tidak pernah selesai, melainkan diwariskan dan bertransformasi menjadi bentuk baru dari penindasan. Sementara itu, kritik terhadap kapitalisme dan konsumerisme hadir lewat ungkapan “Tuhan adalah uang”, menyoroti bagaimana moralitas, solidaritas, dan bahkan tubuh manusia bisa dikomodifikasi demi keuntungan ekonomi.

Secara estetika, lirik “Sel Kanker” menampilkan gaya khas Terapi Minor: agresif, sarat metafora, dan kaya referensi filosofis. Nama-nama seperti Bookchin, Debord, Deleuze, hingga Kaczynski tidak hanya menjadi hiasan intelektual, melainkan kerangka untuk membaca dunia modern—mulai dari kritik terhadap teknologi, nihilisme, hingga perlawanan terhadap spektakel media. Perpaduan bahasa akademis dengan bahasa jalanan menciptakan lapisan makna yang menantang, sekaligus memperkuat pesan perlawanan.

Di balik retorika yang keras, lagu ini juga mengandung nada nihilistik dan konfrontatif. Ada penolakan terhadap solidaritas palsu, kekecewaan terhadap perjuangan yang dikomodifikasi, hingga ajakan untuk menolak norma yang menindas. Meski penuh dengan kata-kata kasar dan provokatif, inti pesannya adalah tentang bagaimana sistem sosial yang ada telah gagal memberikan ruang aman, sehingga setiap individu harus berhadapan dengan kenyataan pahit dunia modern. Dengan demikian, “Sel Kanker” bukan sekadar luapan amarah, melainkan manifesto liris yang mengajak pendengar untuk menyadari bahwa penyakit sosial hanya bisa dihadapi dengan keberanian dan kesadaran diri yang radikal.

You cannot copy content of this page