Lagu “Hikayat Nelayan” dari Sombanusa merupakan elegi penuh rasa atas pergeseran budaya yang terjadi di tanah kelahirannya, Pulau Buru, Maluku. Dalam balutan musik yang syahdu, lagu ini menggugah ingatan kolektif tentang akar, tradisi, dan kenangan masa kecil yang perlahan mulai ditinggalkan. Sombanusa mengajak kita untuk merenungi arah pulang yang semakin kabur di tengah arus modernisasi.
Lirik Lagu Hikayat Nelayan
Berat di punggungmu, haru aku
Sesak di dadamu, pilu aku
Sudah banyak waktu yang dilalui
Di pantai gelombang lelah berbuih
Nelayan tak ingat mendayung perahu
Dulu rumah kita laut biru
Untuk nusa ibu, aku berdoa
Selamatkan kami dari lupa
Menghitung jejak-jejak langkah kaki kecil kita
Yang perlahan-lahan meninggalkan desa menuju ke kota
Tinggalkan perahu, dayung, kail, dan jala
Karena lupa kita semua akan pulang juga
Nelayan tak ingat mendayung perahu
Dulu rumah kita laut biru
Untuk nusa ibu, aku berdoa
Selamatkan kami dari lupa
Menghitung jejak-jejak langkah kaki kecil kita
Yang perlahan-lahan meninggalkan desa menuju ke kota
Tinggalkan perahu, dayung, kail, dan jala
Karena lupa kita semua akan pulang juga
Akan pulang juga, akan pulang juga
Akan pulang juga, karena Maluku tetap rumah
Deskripsi
“Hikayat Nelayan” adalah narasi puitis tentang hilangnya ikatan antara manusia dan laut—simbol dari rumah, sumber penghidupan, dan warisan budaya. Lirik “nelayan tak ingat mendayung perahu” menjadi representasi dari kondisi masyarakat pesisir yang mulai melupakan kehidupan laut akibat migrasi ke kota dan perubahan zaman.
Dengan gaya bahasa lirikal yang melankolis, Sombanusa menyampaikan rasa kehilangan, tetapi juga harapan. “Karena lupa kita semua akan pulang juga” menjadi pernyataan bahwa sejauh apapun kita pergi, tanah kelahiran—dalam hal ini Maluku—tetaplah rumah yang memanggil. Lagu ini bukan sekadar nostalgia, tapi juga seruan untuk menyadari pentingnya merawat budaya dan identitas.
FAQs
Lagu ini bercerita tentang perubahan budaya dan identitas masyarakat pesisir, serta rasa kehilangan terhadap akar tradisi nelayan yang mulai ditinggalkan.
Sombanusa adalah nama panggung dari Muhammad Asy’ari, musisi asal Ambon yang kerap mengangkat tema sosial, budaya, dan lingkungan dalam karya-karyanya.
Terinspirasi dari kehidupan di Pulau Buru, tempat Sombanusa tumbuh besar, dan kekecewaannya atas budaya lokal yang mulai terlupakan karena urbanisasi.
Laut dan nelayan dalam lagu ini melambangkan kehidupan sederhana, keterikatan dengan alam, dan akar budaya yang kini mulai terabaikan.
Untuk tidak melupakan asal-usul dan budaya tradisional kita. Lagu ini mengingatkan bahwa pada akhirnya, kita semua akan “pulang” ke tempat di mana kita bermula.