Lagu “Gadis dan Telaga” karya Sombanusa bukan sekadar sajian musik; ia adalah bentuk perlawanan. Terinspirasi dari kisah nyata tentang penggusuran lahan di Kulon Progo, lagu ini menjadi suara bagi mereka yang kehilangan tanah, rumah, bahkan masa depan. Dibalut lirik puitis dan sarat emosi, Sombanusa menyampaikan kritik sosial lewat nada dan kata yang menyayat.
Lirik Lagu Gadis dan Telaga
Sei hale hatu, hatu lisa pei
Sei lesi sou, sou lesi ei
Sei hale hatu, hatu lisa pei
Sei lesi sou, sou lesi ei
Sementara banyak kenangan kian senandung
Rindukanlah nyawa yang sejahtera
Yang sejati adalah cinta
Barangkali telah lebam rupanya
Ada dua mata kerap berkaca-kaca
Merangkum dendam pada mesin perampas tanah
Ia pergi jauh kelana
Mencari damai entah di mana
Ada malam di telaga, murung gadis di tepi
Mengunyah roti, air mata membaur dalam sepi
Menangis keras-keras pun tak seorang peduli
Rumahnya jauh di sana terancam hilang lagi
Delusi, gadis malang lupa diri
Buang sedih, perlawanan abadi
Ada dua mata kerap berkaca-kaca
Merangkum dendam pada mesin perampas tanah
Ia pergi jauh kelana
Mencari damai entah di mana
Ada malam di telaga, murung gadis di tepi
Mengunyah roti, air mata membaur dalam sepi
Menangis keras-keras pun tak seorang peduli
Rumahnya jauh di sana terancam hilang lagi
Delusi, gadis malang lupa diri
Buang sedih, buang sedih
Buang sedih, perlawanan abadi
Perlawanan abadi
Tanah kita abadi
Perlawanan abadi
Kulon Progo abadi
Deskripsi
Dalam “Gadis dan Telaga”, Sombanusa menghadirkan narasi tragis seorang gadis yang menangis di tepi telaga — metafora dari luka kolektif akibat penggusuran dan ketidakadilan. Lirik seperti “perlawanan abadi” dan “rumahnya jauh di sana terancam hilang lagi” menjadi simbol keteguhan hati menghadapi tirani kekuasaan yang merampas tanah rakyat.
Gadis dalam lagu ini mewakili masyarakat tertindas — ia tidak sekadar menangis karena sedih, melainkan juga karena kehilangan identitas, tanah air, dan tempat berpijak. Lagu ini mengajak pendengarnya merenung: bahwa cinta, damai, dan tanah adalah hak setiap manusia. Dengan menyebut langsung “Kulon Progo” di akhir lagu, Sombanusa tidak hanya memberi konteks geografis, tapi juga pernyataan sikap.
FAQs
Lagu ini mengangkat isu penggusuran tanah rakyat, khususnya di Kulon Progo, dengan simbolisasi perlawanan lewat tokoh gadis yang menangis di telaga.
Sombanusa adalah nama panggung dari Muhammad Asy’ari, seniman asal Ambon yang sering mengangkat isu-isu sosial dalam karyanya, terutama yang berkaitan dengan tanah dan identitas.
Lagu ini terinspirasi dari perlawanan petani Temon, Kulon Progo, terhadap proyek pembangunan yang menggusur lahan dan permukiman warga.
Frasa tersebut menegaskan semangat tak kenal lelah dalam memperjuangkan keadilan dan hak atas tanah, meskipun harus berhadapan dengan kekuasaan besar.
Bahwa kehilangan tanah bukan sekadar kehilangan fisik, tapi juga identitas. Lagu ini menyerukan kesadaran, empati, dan pentingnya membela hak rakyat kecil.