Tragedi Komedi

“Tragedi Komedi” adalah lagu yang memadukan humor dan kejujuran brutal untuk menggambarkan perjuangan eksistensial manusia. Dengan lirik yang penuh ironi, Senartogok membawa pendengar ke dalam perjalanan introspektif yang mengungkapkan ketidaksempurnaan, keraguan, dan kontradiksi yang ada dalam diri. Lagu ini menjadi pengingat bahwa hidup adalah perpaduan antara tragedi dan komedi.

Lirik Lagu Tragedi Komedi

Kuingin jadi pertapa, berdiam di balik goa
Tapi aku tak bisa berpisah dengan aneka wajah
Aku ingin memberontak, membakar gedung negara
Tapi seorang pengecut, sembunyi dalam selimut
Aku ingin jadi pejuang, menolong setiap orang
Tapi aku tidak konsisten, hanya mengikuti trend
Aku ingin jadi penyanyi, melantunkan kabar sedih
Tapi suaraku menyedihkan, lain alto bukannya sopran

Aku ingin jadi seniman, realisme sosialis
Aku tak bisa menggambar, apalagi melukis
Aku ingin jadi pemusik, membuat lagu yang unik
Aku persis seonggok tai, gitarpun tak becus diulik
Aku ingin jadi penulis, mangarang buku yang laris
Tapi penaku tak berinta, goresannya justru nanah
Aku ingin jadi filsuf, seperti Isidore Isou
Tapi aku tak pernah mempraktekkannya dalam hidup

Aku ingin jadi anarkis, layak remaja kulit putih
Tapi aku di negeri ini, tak bekerja pasti mati
Aku ingin jadi petualang, kunjungi pulau seberang
Tapi aku tak yakin, melakukannya tanpa uang
Aku ingin jadi lelaki, tegak di kaki sendiri
Tapi aku sering mengeluh, berlindung di ketiak Ibu
Aku ingin menyerah saja, maukah kau menamparku

Deskripsi

Lirik “Tragedi Komedi” menyajikan monolog internal seseorang yang penuh dengan ambisi besar namun dihadapkan pada keterbatasan diri. Lagu ini membuka dengan keinginan menjadi pertapa, pemberontak, atau pejuang, namun dengan segera mengakui kelemahan dan ketidakkonsistenan yang menghalangi realisasi dari keinginan tersebut.

Bagian berikutnya mengeksplorasi impian menjadi seniman, pemusik, atau penulis, tetapi lagi-lagi sang narator menertawakan ketidakmampuannya sendiri dengan cara yang sarkastik. “Aku persis seonggok tai, gitarpun tak becus diulik” adalah salah satu frasa paling mencolok yang menggambarkan keputusasaan bercampur humor gelap.

Lirik juga menyentuh topik-topik yang lebih filosofis, seperti keinginan menjadi filsuf atau anarkis, namun disertai dengan pengakuan akan realitas yang membatasi. Kalimat “Aku ingin jadi anarkis, layak remaja kulit putih, tapi aku di negeri ini, tak bekerja pasti mati” adalah sindiran tajam yang menggambarkan ironi kondisi sosial dan ekonomi.

Bagian penutup lagu memperlihatkan sisi manusiawi yang rapuh, di mana sang narator merasa ingin menyerah dan bahkan meminta “ditampar” sebagai dorongan untuk bangkit. Ini adalah klimaks emosional dari lagu, menggambarkan bagaimana keputusasaan dapat menjadi bagian dari perjuangan hidup.

Latest Songs

You cannot copy content of this page