“Purna Manusia (Kausmonaut Remix)” adalah karya kolaboratif antara Senartogok dan Sentris yang membahas tema eksistensialisme, spiritualitas, dan perjuangan hidup. Lagu ini menyajikan perpaduan lirik yang filosofis, kritik sosial yang tajam, serta eksplorasi makna hidup dan kematian. Dengan alunan musik remix yang atmosferik, lagu ini menjadi refleksi mendalam tentang perjalanan manusia menuju kesempurnaan yang sejati.
Lirik Lagu Purna Manusia
[Intro: Senartogok]
Untuk lucuti saripati hidup
Kita mesti abadi tahankan arus berdegup
Pada hari-hari purna
Pada hening sunyi vulgar
Hingga nisan menuntut nama
Hingga makam tinggalkan nanar
Yo Sentris, buka sidang jemaat
[Verse 1: Sentris]
Apa yang hendak disampaikan oleh air mata, tanah segara
Pada hujan yang menggantung di gelap mega
Mengetuk diri kau simponikan nurani
Bosan menguap tanya makna raga di hamparan bumi
Hendak sampaikan kata yang menjelma suara
Rayap sudah dipangkal lidah, lelah menjadi murah
Tarik catatan buram direkam gulungan hari
Sembari cemeti, ulangkala hidup menjumpa mati
Lalu hendak basuh telapak kakimu di atas kepala
Untuk siapa bungahmu ini berguna?
Kita makan semua makna, mata baca semua aksara
Pada ruang bisu jua kata kembali bermuara
Muak mewujud tubuh kaku parau mengerti
Riang hanya pada tuan miliki jasad kita sendiri
Pada kawan dis-domi pun riang berdiam diri
Melacur diri pun sudah masih riang berdiam diri
Hanya nominal, realitas yang tak mungkin kusangkal
Lelah menengok fitrah dari mana sukma berasal
Sedang matahari berikan ruang penglihatan
Dan senja masih berikan citra bayang tempat kemudian
Waktu yang menggulung leher untuk satu
Tempat ukuran berikan makan pada parasyukan nafsu
Kembali pada ruh, Tuhan jangan tinggalkanku
Hidupku yang parau dilobangMu kembali bertumpu
[Chorus]
Kita terlalu keras paksa hasrat tembus angkasa
Pada horizontal kita paling juga membuta
Diriung beliung, hasrat mohon ia membara
Ulang jumpa jua kaku akal tubuh bermuara
Kita terlalu keras paksa hasrat ke angkasa
Pada horizontal kita paling juga membuta
Diriung beliung, hasrat mohon ia membara
Ulang jumpa jua kaku akal tubuh bermuara
[Interlude: Sentris]
Pada hidup sekali menjumpa mati
Pada takdir yang kelak harus kau jalani
Harap yang merangsak pada tangan dan kaki
Sebarkan cinta pada bumi yang hampir mati
Yo Senartogok, lepaskan suaramu
[Verse 2: Senartogok]
Pada selembar tawa Ujang kurobek doa
Sejak pelac-r seperti ibu, ayahnya bromocorah
Tombol ‘stop’ nazar bergetar di dada bismillah
Kurapatkan ikhtiar tak sejengkal ajal
Memikat persis zat Françoise Villon
Belang-bentong kakinya harus menjejak tanah
Pada kusam tangis Zahra kupakal murka
Merajam ikrar sejenis Brownsville Ka
Memahat The Night’s Gambit aku antara
Dr. Yen-Lo dan Greenthumb menggulung ganja
Memukat kaleng bir bintang, Guinnes & Aqua
Untuk baluti tubuhnya dengan gaun surga
Pada hamdalah tangis Dedi kutalkin hidup
Mirip epilog realisme magis Kim Ki-duk
kuciduk senyum bunga-bunga mungil di jalanan
Kelak mereka tumbuh jadi api dan petaka
Membakar kemunafikan massa, warga, dan dunia
Pada tuhan dan iblis aku berjanji
Mengamini pesakitan dan lebih mawas diri
Meski atas dawai Yamaha C315 curian
Kunyanyikan nada profan menembus kewarasan
Meski atas 2 atau 3 potong pakaian
Bergambar Dead Kennedys atau Onyx bajakan
Meski bertas neosack berisi cutter, pylox dan
Gunting hingga poster Anti-tank unduhan
Meski atas antologi cerpen murahan
Penyair gadungan yang diselipkan
Di rak korporat aku sekarat tak ada gap
Meski atas kepingan CD-R dalam mixtape
“100 lagu anti polisi” Tremor beyond the barbed
Wire sambungkan meski atas canda sobek
Katalog seni mahal persetan, aku Gusbarlian
Yang mematung meski atas kolase setan
Ditempel ganas di pos jaga kopolisian
Setempat meski atas tagging mini petikan
Lirik Shatterdome atau kuot Choi Muttaqin
Meski bermodal tulisan Nasjah Djamin
Kucoret portal ferbodden di malam dingin
Meski bersuar rima puisi Rivai Apin
Berdua bersama spidol menguak takdir
Di meja kayu etalase kaca toko satir
Digarap meski atas poster menggingir
Akulah Kidult no god no master no gallery
Pada hari dan mati aku bersumpah keji
Untuk tuntaskan niat kulumat asali
Walau hanya bersendawa di rotasi insureksi diri
Pada ruang dan waktu aku bernubuwat suci
Tajalli diri meringkus setiap komplimen ilahi
[Chorus]
Kita terlalu keras paksa hasrat tembus angkasa
Pada horizontal kita paling juga membuta
Diriung beliung, hasrat mohon ia membara
Ulang jumpa jua kaku akal tubuh bermuara
Kita terlalu keras paksa hasrat ke angkasa
Pada horizontal kita paling juga membuta
Diriung beliung, hasrat mohon ia membara
Ulang jumpa jua kaku akal tubuh bermuara
[Verse 3: Sentris]
Pada detik yang pertama sebelum mata terbuka
Takdir yang dirakit sebelum paru serap udara
Selami hakikat bagian dari alam semesta
Pada kawan, akal kembali ke tunggal yang dewa
Sebelum menjadi hidup merayap berulang kali
Pada tubuh yang murni harap sukma peluk nurani
Cinderamata buah tangan setelah mati
Oleh tubuh yang mengisi diruang dalam galaksi
Tidak mudah menjadi diri terkadang
Riuh membentang pasung gerakku hanya di dalam kandang
Parau suara yang tak cukup lantang menantang
Situasi bagai cambuk kuterima hanya dengan lapang
Menjadi purna ia niscaya, mendewa ia berdusta
Waktu adalah dzikir memancangkan mantra
Doa yang bersaut ikhlas buah tangan terbuka
Pada ladang sukma sebelum akal purna sempurna
Lalu nominal, realitas yang tak mungkin kusangkal
Lelah menengok fitrah dari mana sukma berasal
Matahari berikan ruang penglihatan
Dan senja masih berikan citra bayang tempat kemudian
Menjadi purna ia niscaya, mendewa ia berdusta
Waktu adalah dzikir memancangkan mantra
Doa yang bersaut ikhlas buah tangan terbuka
Dan ladang sukma sebelum akal purna sempurna
[Chorus]
Kita terlalu keras paksa hasrat tembus angkasa
Pada horizontal kita paling juga membuta
Diriung beliung, hasrat mohon ia membara
Ulang jumpa jua kaku akal tubuh bermuara
Kita terlalu keras paksa hasrat ke angkasa
Pada horizontal kita paling juga membuta
Diriung beliung, hasrat mohon ia membara
Ulang jumpa jua kaku akal tubuh bermuara
[Outro: Senartogok & Sentris]
Yo, hormat pada para Purna Manusia
Rand Slam, Joe Million, Leevil, Doyz, Juta, untuk semua kawan-kawan
Dan untuk semua tubuh yang masih berkawan dalam kesadaran
Untuk kawanku Ragakillah, semoga engkau menemukan muara akalmu berada
Dan untuk semua kawan-kawan yang masih bertahan menyebarkan cinta, peace yo
Deskripsi
Lirik “Purna Manusia” adalah narasi kompleks yang menggabungkan puisi, kritik sosial, dan perenungan spiritual. Pada bagian intro, Senartogok membuka dengan ajakan untuk merenungkan “saripati hidup” dan perjalanan manusia menuju titik akhir yang disebut purna.
Verse pertama oleh Sentris menghadirkan metafora yang kaya, menghubungkan elemen alam seperti air, tanah, dan hujan dengan perjalanan batin manusia. Frasa seperti “rayap sudah dipangkal lidah” menggambarkan bagaimana kata-kata kehilangan makna saat berhadapan dengan kenyataan pahit. Sentris juga menyoroti kontradiksi antara materialisme dan pencarian spiritual, dengan kritik terhadap realitas yang diukur hanya dengan nominal.
Chorus mengulangi tema utama: perjuangan manusia untuk melampaui batasan fisik dan mental, tetapi sering kali tersesat dalam ambisi dan ketidakpastian. Frasa “kaku akal tubuh bermuara” menggambarkan keterbatasan manusia dalam memahami eksistensi mereka.
Pada verse kedua, Senartogok membawa dimensi yang lebih personal dan politis. Dengan referensi seperti Françoise Villon dan Kim Ki-duk, ia menciptakan perpaduan antara seni, sastra, dan perjuangan sosial. Ia menggambarkan dirinya sebagai seorang pencari makna yang memanfaatkan seni, musik, dan puisi untuk melawan kemunafikan dunia.
Verse ketiga oleh Sentris melanjutkan refleksi tentang takdir dan hakikat keberadaan manusia. Frasa seperti “waktu adalah dzikir memancangkan mantra” menekankan pentingnya waktu sebagai elemen yang membimbing manusia menuju pemahaman spiritual. Ia juga menyentuh tema kematian dan transformasi, menggambarkan tubuh manusia sebagai bagian dari siklus alam semesta.
Bagian outro adalah penghormatan kepada para seniman dan individu yang terus bertahan dalam perjuangan, menyebarkan cinta dan kesadaran di tengah tantangan kehidupan. Dengan menyebutkan nama-nama seperti Rand Slam, Joe Million, dan Doyz, lagu ini memberikan apresiasi kepada komunitas kreatif yang berjuang bersama.