Lagu ‘Dikotomi’ oleh NOK37 mengeksplorasi perasaan eksistensial dan konflik internal dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan lirik-lirik yang puitis dan introspektif, lagu ini merangkum pertarungan spiritual dan emosional dalam menghadapi ketakutan dan kegelapan.
Lirik Lagu Dikotomi
[Intro]
Atas setiap ucapan tempo hari
Untuk tiap detik waktu yang berotasi
Antara hari ini atau mundur dan tak pernah lagi kembali (come on)
[Verse 1]
Ku angkat microphone yang lama tesesat di dalam pengasingan
Ku campur hitam yang sepekat kelam di tiap titik darah penghabisan
Penghisapan ini perhitungan atas semua harta dan tahta rampasan
Rampas habis tak perlu sisakan, serupa korporat habisi lahan prapatan
Resureksi sebelum gelap, hadirkan siang menjadi pitam, menjadi hitam
Angkat kepala rakit kembali surga dan neraka, serupa mimpi kala lahirnya kombatan
[Hook]
Melawan angkasa, terbakar bersama ribuan kata
Kurancang sarkas luka berbekas, hidup terampas
Ketakutan ini bernyawa bernafas
[Verse 2]
Fasa demi fasa bermuara pada keterasingan
Atas nama manuver diam dan symbol kegagalan
Terdiam menanti ketakutan ini menjadi piranti
Bernyawa bertahta berkuasa jumawa atas nurani
Tiba pada ujung rotasi matahari
Bangkit hari ini atau mundur jangan pernah kembali
Invasi ini serupa gelombang serangan detasemen anti terror
Menakar antara hipokorisme berhala dan logika
Ketakutan ini rutin bekerja, sadar semua ini bernyawa
[Hook]
Melawan angkasa, terbakar bersama ribuan kata
Kurancang sarkas luka berbekas, hidup terampas
Ketakutan ini bernyawa bernafas
Deskripsi
Dalam ‘Dikotomi’, NOK37 membawa pendengar melalui perjalanan spiritual yang penuh perenungan. Intro lagu yang mengatakan ‘Atas setiap ucapan tempo hari, Untuk tiap detik waktu yang berotasi, Antara hari ini atau mundur dan tak pernah lagi kembali’ mencerminkan perasaan melawan arus waktu dan menghadapi pilihan hidup yang krusial.
Pada verse pertama, NOK37 mengekspresikan isolasi dan kegelapan yang mereka rasakan, seperti ‘Ku angkat microphone yang lama tesesat di dalam pengasingan’. Metafora ‘hitam yang sepekat kelam di tiap titik darah penghabisan’ menggambarkan keputusasaan dan kehampaan yang mereka rasakan dalam menghadapi kehidupan.
Hook lagu ini, ‘Melawan angkasa, terbakar bersama ribuan kata, Kurancang sarkas luka berbekas, hidup terampas, Ketakutan ini bernyawa bernafas’, menunjukkan keberanian untuk menghadapi ketakutan dan rasa terampas dalam hidup, serta perjuangan untuk tetap hidup dan berkarya meskipun dalam kegelapan.
Pada verse kedua, konsep ‘Dikotomi’ semakin terasa, dengan kontras antara ‘Fasa demi fasa bermuara pada keterasingan’ dan perjuangan untuk memilih ‘Bangkit hari ini atau mundur jangan pernah kembali’. Lirik-lirik seperti ‘Invasi ini serupa gelombang serangan detasemen anti terror’ menggambarkan perjuangan yang intens dan konstan melawan ketakutan dan ketidakpastian.
Secara keseluruhan, ‘Dikotomi’ bukan hanya sebuah lagu, tetapi juga refleksi mendalam tentang kehidupan dan tantangan yang dihadapi manusia dalam mencari makna dan eksistensi. Dengan musik yang atmosferik dan lirik yang dalam, lagu ini mengajak pendengar untuk merenungkan perjalanan spiritual dan emosional mereka sendiri.