“Kontra Muerta” adalah lagu yang memadukan kekuatan lirik puitis dengan kritik sosial yang tajam, dibawakan oleh Morgue Vanguard. Lagu ini mengusung tema perlawanan terhadap penindasan, perayaan semangat perjuangan, dan penghormatan kepada seniman-seniman yang menjadi inspirasi perubahan. Dengan produksi musik yang intens dan lirik mendalam, “Kontra Muerta” menjadi sebuah karya yang memprovokasi pikiran sekaligus membakar semangat.
Lirik Lagu Kontra Muerta
[Intro]
Di kedalaman hutan yang tergelap
Dan rawa yang paling senyap
Jangan pernah melunak ketika datang senjakala
Marah lah pada pudaran sinar
[Verse 1]
Gejolak kawula muda serupa kejang delapan tiga
Bergolak gelora rima serupa pembebasan Papua
Mengganti pandu dengan gelegar petir
Menemukan padanan candu yang membuat Chairil menulis syair
Meribak tamsil alasan hidup seorang martir
Membaca tafsir graffiti Phase Two dan Zephyr
Berpose b-boy stand di atas hamparan pasir
Sebelum datang menagih hari filsafat sebagai martil
Mengada bersama merakit patahan makna
Irama abad bawa jagad serupa Afrizal Malna
Mencuri nyala api dari puisi Agam Wispi
Hingga kebenaran tak lagi berpihak kepada nisbi
Di hari mereka membakar lembaran, kami bakar jembatan
Di belakang, dengan ekstasi yang sama di hari pertama
Mendengar Bad Brains dengan Heart Attack di tangan
Lewati gelapnya zaman dengan buku dan rekaman
[Chorus]
Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah
Kaki jejak tanah, kepala menengadah
Berpantang lalai pantangi hidup terjajah
Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah
[Verse 2]
Inspirasi tak datang dari waktu yang menyerah
Yang memberangus risalah atau sudut yang mengalah
Jika ada tugas sejarah dari pedang rima sebilah
Adalah mencatat semangat zaman dan mencegah
Diri merapat ke barisan penyeragam ranah
Pantang hidup tanpa marwah, tulis bait tanpa arwah
Menggapai transendensi, ambil alih kendali
Hidup yang berkubang pada mesin yang berotasi
Kenali angkara di antara Thukul menyusun aksara
Merancang rencana menyusun kepalan menghias angkasa
Hirup kina Harry Roesli saat menulis Malaria
Jatuh cinta bersama lembaran Sapardi dan Neruda
Pernah kah pula kau dengar gemetar lutut tiran
Saat Mentari bersinar dari petikan gitar Abah Iwan
Jantung berdegup kala membaca kisah sepenuturan
Orwell, Rendra, Nyanyian Baru Roem Topatimasang
[Chorus]
Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah
Kaki jejak tanah, kepala menengadah
Berpantang lalai pantangi hidup terjajah
Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah
[Interlude]
Tepuk tangan bagi mereka yang menyulut bara dari derai-derai halaman
Bagi hari-hari memburu nyawa pada Tetralogi Buru
Berguru pada puisi Romomangun di Kali Code
Dan membacakan puisi pamflet di depan Koramil
Tepuk tangan bagi jalan sepi tengah malam
Yang dijajaki mereka yang tak pernah jera
Hidup sepenuhnya dan memaknai dunia
Rest in Peace Wahyu Permana, we miss you
[Outro: Pembacaan Puisi “Tidak Hari Ini”]
Akan tiba hari perginya ginjal dan lambungmu
Jantung berhenti, menghitung kelelahan harimu
Akan tiba hari di mana teman tak ada yang lagi tersisa
Lirik tak lagi berbisa, dan hasrat berontak hanya tinggal sisa-sisa
Tapi tidak hari ini
Akan datang hari di mana melawan penindasan adalah kesia-siaan
Akan datang zaman yang akan memberi karpet merah bagi despot, rezim, tiran, firaun dan segala kata macam gantinya
Akan tiba waktu di mana setiap orang menjilat pantat kekuasaan dan berpura-pura menjadi pahlawan
Akan selalu ada mendung bergelayut
Kala dibantai tanpa ujung, kala mengalah, kala hidup tak berarti apapun, dan kala kematian datang
Kita bisa percaya bahwa kanker kekalahan menempel pada paru-paru takdir, serupa nikotin
Dan pada akhirnya akan ada waktu berpetualang berakhir
Tapi tidak hari ini
Niscaya terbungkam, tidak hari ini
Langit pasti menutup, tapi tidak hari ini
Detaknya akan berdiri, rangkul kawan kalian kanan-kiri
Gelap pasti kan datang, tapi tidak hari ini!
Untuk Jojon dan Ginan, 5 Agustus 2018
Deskripsi
Lirik “Kontra Muerta” dipenuhi dengan referensi sastra, sejarah, dan seni yang mencerminkan semangat perlawanan dan keteguhan dalam menghadapi penindasan.
Verse pertama menggambarkan perjuangan melalui seni dan ekspresi, dengan referensi tokoh-tokoh seperti Chairil Anwar, Agam Wispi, dan Phase Two. Lirik seperti “Mendengar Bad Brains dengan Heart Attack di tangan” mencerminkan pengaruh budaya punk dan hip-hop dalam membangun narasi perlawanan. Bagian ini mengajak pendengar untuk memahami makna seni sebagai alat untuk merakit makna dan melawan ketidakadilan.
Chorus menyuarakan pesan pembebasan, dengan frasa “Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah” yang melambangkan penghancuran ketidakadilan dan pembaruan melalui semangat kreatif.
Verse kedua menyoroti bagaimana seni menjadi alat untuk mencatat semangat zaman dan melawan homogenisasi budaya. Lirik seperti “Kenali angkara di antara Thukul menyusun aksara” memberikan penghormatan kepada seniman-seniman yang berani melawan dengan karya mereka. Morgue Vanguard juga merayakan kekuatan sastra dan musik, dari Sapardi Djoko Damono hingga Abah Iwan, sebagai inspirasi untuk melawan tirani dan memperjuangkan kebebasan.
Interlude adalah penghormatan kepada mereka yang berani melawan penindasan dan mempertahankan makna hidup melalui seni dan perjuangan. Bagian ini memberikan ruang refleksi bagi pendengar untuk menghargai pengorbanan mereka yang telah membuka jalan bagi perubahan.
Outro, yang diambil dari pembacaan puisi “Tidak Hari Ini,” menjadi puncak emosional lagu ini. Pesan bahwa perjuangan tidak boleh berhenti meskipun tantangan semakin berat menguatkan semangat kolektif untuk terus melawan hingga akhir.
“Kontra Muerta” adalah lagu yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi pendengar untuk tetap teguh dalam menghadapi penindasan dan menemukan makna hidup melalui seni dan perlawanan.