“Laraga Muntaha” adalah single terbaru dari K.O.I, dirilis pada 13 Agustus 2025, yang memuat pesan mendalam tentang ketidakadilan, kekerasan, dan hilangnya nyawa tak bersalah. Terinspirasi dari kasus tragis Zara Qairina Mahathir, siswi berusia 13 tahun asal Malaysia yang diduga menjadi korban bullying, lagu ini menjadi bentuk protes sosial sekaligus seruan untuk menegakkan keadilan. Dengan lirik yang puitis namun tegas, K.O.I membungkus kisah pilu ini menjadi karya yang menyentuh hati dan membuka mata publik.
Lirik Lagu Laraga Muntaha
[Intro]
Pejamlah wahai intan ibu
Di tanah engkau nyenyak beradu pilu
Angin bawa harum kasih ibu
[Chorus: Mya Nana]
Nyawa di rentap kepuasan sia-sia
Gentayangan nista nafsu di dalam akal minda
Timbangan neraca dunia harga yang perlu dibayar
Kelak binasa yang di himpunkan siapa menerima ijazah
[Verse 1: Achoi]
Baling batu, sorok tangan tubuh nan kecil dihempas badai
Renjis duka dipalit nista disemaikan nyawa yang sudah berkecai
Bukan takdir tapi tangan keji yang mengatur papan sang kelembai
Yang bernyawa kan jadi membisu, si mungkar cuba jadi pelatur
Tangisan si tua yang masih bernyawa kidung purba hilang berlagu
Mengetuk pintu langit tangan yang menadah ramai masih percaya kamu
Si penjaga mata darah genggam bara tadah tangan doa
Keadilan cuba di selidungkan dipenjara keranda tukun
Binasa munafik cemarkan rahsia lenyap bisukan
Durjana muslihat sengsara terhijab rebah lesapkan
Lidah berbisa, patah di hujung
Dosa menggunung, kau menanggung
Tindasan kotorkan burukkan hanguskan
Lemparan injak bantahan
[Chorus: Mya Nana]
Nyawa di rentap kepuasan sia-sia
Gentayangan nista nafsu di dalam akal minda
Timbangan neraca dunia harga yang perlu dibayar
Kelak binasa yang di himpunkan siapa menerima ijazah
[Verse 2: Hemo]
Fuh, lega rasa, satu persatu disiku aku
Umpama begitu ilusi budiku
Cari cara-cara tubuh bersikukuh
Keruk bara-bara bancuh jadi teguh
Azam rata-rata cekuh jiwa penuh
Lakaran terapi pasti patah buluh
Lirikan berapi janji kalah musuh
Okay, sekalipun tak kenal kita tak pernah bersemuka
Free tiga puluh juta doa pasti termakbul jua
Yang berlapang padang tapi tak berlapang dada
Orang berada mengada duduk belanda
Utara balik selatan, pusing-pusingkan berjumpa
Tak selamanya berkuasa, tak selamanya bertakhta
Tak pernah dalam sejarah yang terkutuk kekal menang
Di hujung cerita yang benar di julang
Otakku gotoku nang boti nang nang nang kui boti kui
Fire fire bila kun fayakun
Yang sana hukuman macam kena kamui
Oleh-oleh non-stop, ulang congeh-congeh
Untuk kamu saja main toreh-toreh
Gigih toleh-toleh, takda songeh-songeh
Ini tempat lari pun tak boleh-boleh
[Verse 3: Raflex]
Gelisah mengeluh, bermain di daya fikiran
Sebutan namamu hanya ya rabbi yang aku masih dapat zikirkan
Berharap terima, tenang ku dalam memikirkan
Bernafas dan hembusan nafas ini harap tidak menjadi kekangan
Itu terlalu pahit buat tubuh kecil ini tuk menghujatkan
Mengapa harus terima sakit dengan tanpa ada rasanya belasan
Sebalik sosok tubuh kecil ini cuma mahukan kedamaian
Malah yang di pilih berpisah dengan kekejaman itu persoalannya?
Nyawa bukan rangkar catur
Empunya nama jangan atur
Berkuasa bukan pada takbur
Pengahkiran kita sama terkubur
Doa yang zalim tersungkur
Kebulur dengan azab bakal luntur
Ya rabbi dengarkanlah doa ini
Mengerti maksud hati dan setiap tutur
[Chorus: Mya Nana]
Nyawa di rentap kepuasan sia-sia
Gentayangan nista nafsu di dalam akal minda
Timbangan neraca dunia harga yang perlu dibayar
Kelak binasa yang di himpunkan siapa menerima ijazah
Deskripsi
Lagu “Laraga Muntaha” dibuka dengan nada sendu dan lirik yang menggambarkan kesedihan mendalam seorang ibu yang kehilangan anaknya. Chorus yang dinyanyikan oleh Mya Nana menyoroti hilangnya nyawa akibat keserakahan dan nafsu dunia, menegaskan bahwa harga yang dibayar untuk ketidakadilan adalah kehancuran.
Di Verse 1, Achoi menyampaikan kritik tajam terhadap pihak-pihak yang menutup-nutupi kebenaran. Ia menggambarkan bagaimana kekuasaan digunakan untuk membungkam suara dan menghapus jejak kejahatan, sementara korban tak berdaya menanggung derita.
Verse 2 oleh Hemo membawa energi rap yang penuh perlawanan. Liriknya menegaskan bahwa kekuasaan tidak akan bertahan selamanya, dan pada akhirnya kebenaran akan keluar sebagai pemenang. Pesan ini juga menjadi pengingat bahwa keadilan adalah hal yang tak bisa dihindari meski berusaha disembunyikan.
Sementara Verse 3 dari Raflex kembali pada nuansa reflektif, memotret rasa kehilangan dan harapan akan kedamaian bagi korban. Ia menegaskan bahwa nyawa bukanlah pion dalam permainan politik atau kekuasaan, serta mengajak pendengar untuk merenung bahwa semua manusia pada akhirnya akan sama-sama terkubur.
Secara keseluruhan, lagu ini memadukan kesedihan, kemarahan, dan seruan moral untuk melawan ketidakadilan. Laraga Muntaha bukan hanya musik, tetapi juga monumen suara bagi mereka yang tak bisa lagi berbicara.
FAQs
Lagu ini menggambarkan tragedi kehilangan nyawa akibat kekerasan dan ketidakadilan, terinspirasi dari kasus nyata Zara Qairina Mahathir di Malaysia.
Lagu ini ditulis oleh Achoi Floor88, Hemo Globin, Mya Nana, Khaza Raflex, dan Sapik Sam. Produksi musik dikerjakan oleh Achoi Floor88 & Hemo Globin.
Laraga Muntaha terinspirasi dari kisah tragis Zara, yang diduga menjadi korban bullying hingga meninggal dunia, sebagai bentuk seruan keadilan dan kepedulian sosial.
Lagu ini dirilis pada 13 Agustus 2025.
Lagu ini memadukan elemen hip hop, rap, dan sentuhan musik melankolis untuk menguatkan pesan emosionalnya.