“Suara Alam” merupakan lagu bertema lingkungan dari Epo D’Fenomeno, dirilis pada 30 November 2025 sebagai bagian dari kolaborasi Voice for Just Climate Action (VCA) Tanah Papua, WWF, dan Rum Fararur Production. Lagu ini hadir sebagai ajakan moral untuk menjaga bumi, menyuarakan perubahan iklim, serta menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya merawat alam sebagai titipan Tuhan. Dengan lirik puitis dan sarat pesan, “Suara Alam” menjadi karya yang kuat dan relevan dengan isu global masa kini.
Lirik Lagu Suara Alam
[Verse 1]
Sa macam ada firasat, situasi lagi tara baik-baik
Semacam ada barasa, cuaca makin hari tambah lain-lain
Bukan prasangka tapi ini nyata, semua telah nampak
Ulah manusia tak mungkin disangkal, menjadi dampak
Sa rasa kam juga dengar?
Cuaca tambah labil, angin memukul keras
Perhatikan di sekitar
Terik panas, kekeringan, banjir yang deras
[Chorus]
Satwa yang perlahan punah menjadi alarm
Iklim telah berubah-ubah itulah amarah alam
Semesta punya cara (beri peringatan keras)
Bersuara (bangun kesadaran)
Beribicara (itu tanda) untuk sa dengan ko
[Verse 2]
Ingat, berangkat dari seluk beluk
Lewat pesan ini semoga banyak hati terketuk
Tanah ini adalah rumah dari doa nenek moyang
Atas peluh dan keluh
Dibalut keringat juang
Pertahankan, warisan ini titipan Tuhan
Sadari perilaku, rubah kebiasaan
Kurangi karbon, hentikan pembakaran hutan
[Chorus]
Satwa yang perlahan punah menjadi alarm
Iklim telah berubah-ubah itulah amarah alam
Semesta punya cara (beri peringatan keras)
Bersuara (bangun kesadaran)
Beribicara (itu tanda) untuk sa dengan ko
[Bridge]
Sa tara suka dengar cerita (semakin luas tong pu hutan ditebang)
Dong kasih tau lewat berita (jerit suara pribumi tak kunjung menang)
Sa takut nanti trada sisa (maka tanam kemhali pohon, segera lakukan)
Sa tara mau dengar kisah (bila kembali hijau, rawat dan lestarikan)
[Verse 3]
Mari, lihat jauh ke depan
Masih ada cukup waktu, jadi mulai berbenah
Tindakan nyata, kurangi sampah adalah cara
Sa deng ko rasa peduli untuk alam
Hemat energy, semua butuhkan tahap
Lakukan itu bukti manusia pu tanggung jawab
Bumi tidak sendiri, masih ada tong
Sa tra bisa sendiri mulai ini tanpa ko
[Chorus]
Satwa yang perlahan punah menjadi alarm
Iklim telah berubah-ubah itulah amarah alam
Semesta punya cara (beri peringatan keras)
Bersuara (bangun kesadaran)
Beribicara (itu tanda) untuk sa dengan ko
[Spoken Word]
Manusia, hewan, dan tumbuhan adalah bagian dari komposisi lukisan berjudul alam oleh sang seniman agung dan semesta adalah kanvasnya.
Apakah cukup nilai lukisan itu dibanderol dengan segaris kata warisan? bila cukup, mungkin itulah faktor ketidakcukupan nurani mengatasi gejolak keinginan yang mengingkari kebutuhan.
Cukup! jika alam dapat berbicara? dia akan meneriakan kata pengingat bahwa jauh di balik warisan ialah titipan dari sang seniman agung.
Ekspresi warisan adalah kekuatan jati diri dan norma, titipan adalah tanggung jawab dan pelayanan.
Renungkan, jika alam tidak lagi berbicara? suara alam berubah menjadi perilaku yang tak pernah dibayangkan.
Deskripsi
“Suara Alam” dibuka dengan kegelisahan tentang kondisi bumi yang semakin tidak stabil. Melalui ungkapan seperti cuaca ekstrem, angin keras, kekeringan, dan banjir, Epo D’Fenomeno menekankan bahwa perubahan iklim bukan lagi sekadar teori, melainkan realitas yang dapat dirasakan semua orang. Liriknya mengajak pendengar untuk menyadari bahwa ulah manusia adalah penyebab utama dari kerusakan tersebut, sehingga tanggung jawab untuk memperbaiki juga berada di tangan manusia.
Chorus lagu ini memperlihatkan simbolisme kuat: punahnya satwa, agresi cuaca, serta respons alam sebagai peringatan keras. Alam “bersuara” untuk menggugah kesadaran manusia agar kembali peduli pada lingkungan. Pesan ini diperkuat dalam verse kedua yang menyinggung tanah sebagai warisan leluhur—rumah yang dibangun atas keringat dan doa generasi terdahulu. Dengan menyampaikan ajakan untuk mengurangi karbon dan menghentikan pembakaran hutan, lagu ini menekankan pentingnya aksi nyata, bukan hanya wacana.
Bridge lagu menggambarkan kesedihan mendalam ketika melihat hutan ditebang dan suara masyarakat adat diabaikan. Ketakutan akan hilangnya alam menjadi refleksi emosional yang kuat. Namun, verse ketiga membawa harapan: masih ada waktu untuk berbenah. Epo mengajak pendengar untuk mengurangi sampah, hemat energi, dan mengambil bagian dalam aksi kolektif karena bumi tidak mungkin dipulihkan sendirian.
Bagian spoken word menjadi penutup yang filosofis. Alam digambarkan sebagai lukisan karya Sang Pencipta, dan manusia hanyalah penjaga titipan itu. Pertanyaannya sederhana namun tajam: apakah manusia telah menjaga warisan tersebut, atau hanya mengejar keinginan yang merusaknya? Lagu ini mengajak pendengar untuk merenung, menyadari, dan bertindak sebelum “suara alam” berubah menjadi bencana yang tak lagi dapat dikendalikan.
FAQs
Pesan utamanya adalah ajakan untuk menjaga lingkungan, menyadari perubahan iklim, serta mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan bumi.
Lagu ini dibuat bekerja sama dengan VCA Tanah Papua, WWF, dan Rum Fararur Production.
Makna tersebut menggambarkan bahwa fenomena alam seperti cuaca ekstrem dan punahnya satwa adalah peringatan dari bumi terhadap kerusakan lingkungan.
Karena bumi dianggap sebagai titipan leluhur dan Tuhan, sehingga setiap generasi memiliki kewajiban moral untuk menjaganya.
Mengurangi karbon, menghentikan pembakaran hutan, mengelola sampah dengan baik, menghemat energi, dan menjaga kelestarian alam.