Lagu “Cahaya” dari Pensil Langit merupakan karya puitis yang menggambarkan pencarian makna, harapan, dan iman di tengah gelapnya jiwa. Dengan lirik yang sarat metafora dan nuansa kontemplatif, lagu ini merepresentasikan perasaan manusia ketika berada di titik terendah hidup—saat doa terasa sunyi dan cahaya seakan menjauh.
Melalui bahasa yang lirih namun mendalam, Cahaya mengajak pendengar untuk bertahan, merenung, dan percaya bahwa harapan tidak pernah benar-benar hilang, hanya tersembunyi di balik proses pendewasaan jiwa.
Lirik Lagu Cahaya
[Intro]
Di mana cahaya, tatkala kelam menjalar dada?
Bila langit pun bisu, siapa yang dengar suara kita?
[Verse 1]
Berjalan di rimba hati sunyi
Langkahku longlai, suara batin pun menepi
Awan mendung di ubun-ubun
Pohon harap gugur satu-satu, tanpa angin pun
Di balik senyumku, terendam jerat
Bagai biduk hilang dayung, hanyut tiada darat
Dunia berseri, tapi aku kabur
Mataku celik, jiwaku kabur, langkah ku lebur
Aku cuba tafsir tiap retak rasa
Tapi jawapnya tetap di mana cahaya?
[Hook]
Di mana cahaya, bila mataku basah
Sedang langit pun berpaling tanpa suara
Ku cari sinar dalam runtuh jiwa
Tapi yang ku peluk cuma gelita
Jika aku hilang dalam malam yang hampa
Jangan cari jasadku di dunia nyata
Cari aku dalam sunyi yang kau dusta
Di mana cahaya, jika hatiku tak percaya?
[Verse 2]
Langit tak jawab, bumi pun diam
Aku terdampar antara nadi dan malam
Doa berulang seperti purnama layu
Tapi cahaya masih belum tentu
Aku bukan nabi, aku bukan wira
Cuma manusia yang haus cahaya
Jalan berduri, suara berserak
Siapa dengar tangisan yang pekak?
Aku bisik harapan dalam hujan
Tapi hujan pun basuh harap perlahan
Kalau ini karma atau hanya takdir
Di mana cahaya untukku hadir?
Aku pernah jadi lilin di gelita
Tapi api pun takut dekat jiwa
Cahaya tak sudi bertamu di dada
Yang tinggal cuma kabus tak bernama
Mereka nampak aku pakai senyum di muka
Tapi tak tahu aku haus dari dalam
Kalau mati bawa gelap semata
Maka hidup ini apa maknanya?
[Hook]
Di mana cahaya, bila mataku basah
Sedang langit pun berpaling tanpa suara
Ku cari sinar dalam runtuh jiwa
Tapi yang ku peluk cuma gelita
Jika aku hilang dalam malam yang hampa
Jangan cari jasadku di dunia nyata
Cari aku dalam sunyi yang kau dusta
Di mana cahaya, jika hatiku tak percaya?
[Bridge]
Kalau malam panjang, pasti ada fajar
Kalau hati ranap, sabar itu penawar
Aku gali akar diriku yang hilang
Kerana cahaya itu bukan jauh ia sedang datang
[Outro]
Bertahanlah, wahai hati
Cahaya bukan hilang, cuma berselindung di sebalik diri
Deskripsi
Secara keseluruhan, lirik lagu “Cahaya” karya Pensil Langit mengangkat tema kegelapan batin, krisis kepercayaan, dan pencarian sinar harapan dalam kondisi jiwa yang rapuh. “Cahaya” di sini tidak hanya dimaknai secara harfiah, tetapi sebagai simbol iman, harapan, dan petunjuk hidup.
Pada bagian awal lagu, pendengar langsung dihadapkan pada pertanyaan eksistensial: ke mana cahaya pergi ketika hati dilanda kelam? Lirik menggambarkan kondisi batin yang sunyi, kehilangan arah, dan perasaan terasing meskipun dunia tampak berjalan normal. Senyum menjadi topeng, sementara jiwa perlahan runtuh dari dalam.
Bagian hook memperkuat rasa keputusasaan dan kehampaan. Tokoh dalam lagu tidak lagi mencari pengakuan dunia, melainkan mengungkapkan jeritan batin yang tak terdengar. Kalimat-kalimatnya menggambarkan konflik antara keinginan untuk percaya dan rasa ragu yang menggerogoti hati.
Pada bait kedua, lirik semakin jujur dan manusiawi. Tokoh mengakui keterbatasannya—bukan nabi, bukan pahlawan—hanya manusia biasa yang haus akan cahaya. Kekecewaan terhadap keadaan, takdir, dan diri sendiri tergambar jelas, namun tetap diselipkan pencarian makna di balik penderitaan.
Bagian bridge menjadi titik balik emosional lagu. Pesan harapan mulai muncul: setiap malam panjang pasti memiliki fajar. Cahaya tidak benar-benar hilang, melainkan sedang menuju waktu yang tepat untuk hadir. Penutup lagu menegaskan bahwa cahaya sejati sesungguhnya bersemayam di dalam diri, menunggu untuk disadari.
