Lagu “Jatigede” karya Senartogok adalah sebuah kritik sosial yang tajam dan mendalam. Dengan gaya lirik yang penuh referensi historis dan politik, lagu ini mengangkat isu pembangunan Waduk Jatigede di Jawa Barat, yang menggusur ribuan keluarga dan menghancurkan lingkungan sekitar. Lagu ini menjadi sebuah manifestasi perlawanan melalui seni, mengingatkan kita pada dampak dari kebijakan yang mengorbankan rakyat kecil demi pembangunan.
Lirik Lagu Jatigede
Lupakan Juki menjilat lubang p-ntat Aqua
MC adalah budak catatan harian berkala
Serupa Anne Frank menegur nestapa dengan pena
Penawar lullabi sampai raut malam adalah dahaga
Bayangkan Ahmad Heryawan ambruk di telaga
Kesompralan saat setiap amarah bagai rima Eyedea
Sehingga investasi mengusir sekian kepala keluarga
Terjagalah kota, kita menadah tetes hujan kecewa
Mari mengumpul dendam di ujung kepala marduk
Geruduk kantor pemerintah siapa butuh waduk
Walau kalah di penghujung perang sebaiknya kita
Memungut peluru sejarah yang jatuh pada histeria
Penggenangan adalah wudlu untuk mendirikan shalat
Industri menyembah agenda sejak MP3EI hingga MEA
Waraslah massa, rawat ingatan yang menjalar gagah
Layaknya pantomim Wanggi yang konsisten berziarah
Jatigede tinggal cerita bentangkan pada anak kita
Kisah persetubuhan aparat, modal, dan pemerintah
Bangun logika mereka tak ada tempat bagi rakyat
Semua halal sebab syarat peradaban adalah melarat
Kombinasi negara, militer, pemodal adalah Musa
Mengayun tongkat programnya menenggelamkan desa
Stabilisasi apa jika alam hancur oleh penguasa
Liburan panjang bocah mencari alamat sekolahnya
Hangusnya situs, budaya, jayalah tanah sunda
Ciptakan pengangguran massal, berangus semua tanah
Ratakan perkampungan, gasak rumah tanpa tebus
Keadilan tak ubahnya Richard Dawkins bagi Refused
Nantinya masyarakat layaknya jiwa yang berenang
Menemukan topangan pada ranting yang tak berpancang
Menunggu pedang pahlawan yang tak kunjung datang
Solidaritas dan keberanian yang tak juga menang
Biarlah setiap slogan menegur beragam perasaan
Biarlah setiap kabar menjadi marka pada tulisan
Biarlah spanduk selemahnya iman dan kegamangan
Karena tanah ini tenggelam maka banjirlah perlawanan
Deskripsi
“Jatigede” adalah narasi yang penuh emosi dan refleksi tentang dampak dari pembangunan yang tidak memperhatikan aspek kemanusiaan dan lingkungan.
Senartogok membuka lagu dengan kritik terhadap sistem kapitalisme yang sering mengabaikan hak-hak masyarakat kecil. Lirik seperti “MC adalah budak catatan harian berkala” mengacu pada ketergantungan sistem terhadap kepatuhan dan kebiasaan yang menindas. Ia juga menggambarkan penderitaan yang dialami masyarakat yang kehilangan tempat tinggal mereka dengan menyebut “investasi mengusir sekian kepala keluarga.”
Metafora seperti “penggenangan adalah wudlu untuk mendirikan shalat” mencerminkan ironi pembangunan yang diiringi dengan kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial. Senartogok juga menyebut nama-nama dan peristiwa, seperti Ahmad Heryawan dan program MP3EI, untuk memberikan konteks yang spesifik dan kuat.
Di verse 2, lagu semakin menegaskan kritik terhadap kombinasi kekuasaan negara, militer, dan pemodal yang dianggap sebagai penyebab utama ketidakadilan. Lirik seperti “Mengayun tongkat programnya menenggelamkan desa” menunjukkan bagaimana kebijakan pembangunan sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat.
Senartogok juga menggarisbawahi dampak sosial dan budaya dari pembangunan, seperti “Hangusnya situs, budaya, jayalah tanah Sunda” yang menggambarkan kehilangan identitas dan sejarah lokal. Ia mengajak pendengar untuk merenungkan bagaimana perjuangan melawan ketidakadilan sering kali terasa sia-sia, tetapi tetap penting untuk dilakukan.
Lirik penutup lagu ini penuh dengan seruan untuk perlawanan dan solidaritas. Dengan ungkapan seperti “Karena tanah ini tenggelam maka banjirlah perlawanan,” Senartogok mendorong masyarakat untuk tidak berdiam diri dan terus melawan ketidakadilan meskipun tampaknya sulit untuk menang.