Lirik Lagu “Rolling Thunder – Durgahayu” mengangkat tema kritis tentang kemerdekaan Indonesia yang dipertanyakan melalui perspektif sosial, politik, dan ekonomi. Dalam liriknya, para MC seperti Senartogok, Don Wilco, Sleepearth, dan lainnya, membahas berbagai isu, mulai dari korupsi, eksploitasi sumber daya alam, hingga penindasan hak asasi manusia.
Setiap bait dari lagu ini menyoroti elemen-elemen ketidakadilan yang masih terjadi, meskipun Indonesia telah merdeka selama puluhan tahun. Mulai dari permasalahan lingkungan, kesenjangan ekonomi, korupsi di kalangan pemerintah, hingga ketidaksetaraan sosial yang dirasakan oleh rakyat kecil. Lirik-lirik ini sangat kuat dan penuh dengan simbolisme yang menggambarkan kemarahan dan frustrasi atas sistem yang mereka anggap tidak adil.
Lirik Lagu Durgahayu
- Senartogok
- Don Wilco
- Sleepearth
- Jere Fundamental
- MG
- Altarlogika
- Insthinc
- Dzulfahmi
- Doyz
- Sentris
- Loseyes
- Ciel Duke
- Rappinflat
- Juta
- Fetty Acid
- Kwalik Mega
- Alfabeta
- Joe Million
- Pangalo!
- Maderodog
- Rand Slam
- Morgue Vanguard
[Verse 1: Senartogok]
Akulah Durga penghantam setiap euforia
Dengan Dargah belasan MC rakit proklamasi
Semerah darah Liongsan, seputih hati Bu Patmi
Bercampur pekat, hitam melekat layak Semanggi
Kafiri senin pagi tanpa hormat
Bendera kami adalah vonis Ulayat
Yang dipenjara kala tengat
Opsi pupus lipat gandakan Ego Reyhart
Di saat parang batu balok membaiat
Kami Django mainkan Tango
Di depan instrumen negara segagah Tuwolo
Petik Mbosa tanpa Nova, Pericoloso
Ini “The As-hole Anthem” Necro
Bagi jargon ibu pertiwi di lidah Ani DiFranco
Di tanah air yang kami beli
Di ranah fakir yang nanti menagih
Rajah Korporasi Tunggal Ika di kulit
Patriotis bermadah NKRI harga s-lit
[Verse 2: Don Wilco]
17 08 45, Rayakan dengan 14045
Matikan TV saat Mars Perindo mengudara
Angkat mikrofonmu sebelum Surya Paloh Bersuara
Terbangkan Garuda yang membawa jasad Munir
Kepada paduka yang berhasrat pada pungli
NKRI harga mati, nyawa rakyat harga grosir
Manifestasi Primer tuk Infrastruktur Katastropi
Angkat sopi kala Proxy Starbucks kuasai ladang kopi
Kupanaskan tiap kepala, paksa kalian angkat topi
Hanya pada anggur lokal kuhormati merah putih
Bila Papua itu brankas maka Jawa itu kunci
Kupandang rendah para MC plat merah
Persetan jasmerah, ini tanah air versi Beta
Yang masih menguji grafik Bhineka Tunggal Ika
Mendatar atau menurun bagai teka-teki silang
[Verse 3: Sleepearth]
Taghut bahu-membahu memacu waktu merancu
Lalu membabu mematuh pemaku paku benalu, Mala
Tak diberantas lantas kemas legalitas meretas nafas
Proklamasi di kanvas realitas, harga
NKRI mati anti insureksi
Direksi diproteksi meski injeksi infeksi
Jangkit setiap langit dan bumi manusia lemah
Dicacah darah dijajah dibenah upah serendah
Marwah merdeka dibawah (kaki) mereka
(Korporat) tiran ribawi bangun neraka beraneka
Macam lubang bekas tambang curang hutan dibuang
Ruang pendulang uang hanya dituang pada Tuhan
Yang menari di atas bangkai memahligai dirgahayu
Basuh tangan serasuah orang nomor satu
Menantu sang ratu palsu, pengasuh banteng kemayu
Terharu kala penyamun menaruh phallus (k-ntol)
Di paruhnya (mulutnya) sampai mampus
[Verse 4: Jere Fundamental]
Dogma mengakar ke anak cucu, satu tujuh ini masih terasa rapuh
Begitu django jargon kelas bulu yang di bantu reklame para guru
Penyampaian lantang di depan microphone
Tak berbanding lurus saat kita menonton
Ku merasa seperti planton di luasnya atlantis berbatalion
Bicara rata merata adil dan mengadili individu
Dari perspektif yang tumpul lebih keliru dari hilangnya Widji Thukul
Sayambara berbondong keliling kampung
Euphoria gong sedap menampung kusta yang telah rampung
Untuk dibagi ke setiap lumbung dan lambung
Sejauh mata memandang, tangan tak pernah sampai untuk memegang
Merasakan hal yang serupa 10 tahun mundur ke belakang
Maka, jangan membicarakan mengapa, jikalau makna
Tak begitu kompleks untuk diwarta di hari yang sama setiap tahunnya
Teriakan lebih lantang gagasan baru imajiner
Kala aspek mendasar di liang negeri ini di tawan para militer
Mengharukan koroner ini menjadi budaya
Tidak asing bukan lain, kita hidup di tengah tipu daya
[Verse 5: MG]
Jangan bilang merdeka, kami masih dijajah
Rampas lahan mereka, alam kami dijarah
Berapa banyak jiwa hilang tanpa ada mediasi
Banyak suara yang terbungkam, omong kosong demokrasi
Harga diri tak lebih mahal dari harga terasi
Bak Assassin kau beraksi, kau batasi Hak Asasi
Di balik tembok kekuasaan kalian beraksi
Persetan para penjahat berdasi
Tak mau melihat walau matamu terbuka
Ibu pertiwi sekarat menelan darah yang tertumpah
Hitung sendiri sekarang berapa yang belum terungkap
Ikut berdiri melawan, awasi yang hampir terlupa
Paniai berdarah, Deiyai berdarah
Kadang ku berpikir apa benar kita sedarah
Mungkinkah Bhineka Tunggal Ika kan tinggal sejarah
Biarkan kami pergi kalau memang tak lagi searah
[Verse 6: Altarlogika]
Atas nama bangsa tanpa tanah air, merdeka
Banjar tanpa akhir kan kubakar bendera
Prosa Anumerta Kalam Profan bak kudeta
Kala rongga tiap dada tak bersarang sang garuda
Rayakan dirgahayu bagai funeral
Kan kurangkai rudal kala mantra kurapal di depan jendral
Rima ku sakral bermodal sompral
Engkau dan aku hafal, negara butuhkan tumbal
Altarlogika bagi tendensi, kalam dan api di atas jerami
Tawarkan sayat nadi, berjanji merangkai mimpi
Kala TNI kuasai takdir
Di hari petani tak butuh Tanoe dan MNC
Berdoa di atas tumpukan janji
Montana gantikan senapan, akulah TAKI (183)
Enggan mengabdi, akulah Ali pegang kendali
Mengganti apel pagi dengan Block Party, nyalakan nyali
[Verse 7: Insthinc]
Ini panglima rima bintang 5
Bawa suara dari jurang kasta dengan pesona Dalai Lama
Bariskan dosa barisan orde yang tak ada beda
Wariskan kami tinja dari lubang p-ntat yang sama
Tak percaya buka mata
Oh ya? katanya sudah merdeka? tentara bebas dor warga
Bisnis sawit bawa Ispa, Pilkada itu pesta setan tanah
Gusur paksa langsung umum bebas rahasia
Kalian semua terbiasa biasa
Ku tak pernah bisa tak bawa bisa di tiap prosa
Menempel serta Flow yang Bhinneka
Awas kau masuk penjara tak amalkan 5 sila
Hah? pikir lagi 1000 kali
Siapa yang nikmati hasil kerja dari malam sampai pagi
Cuma cukup beli kopi dan Indomie bung, ini NKRI?
Kalau tak terima nanti negara kirim Polisi
[Verse 8: Dzulfahmi]
Berbeda paradigma awas kau dihardik massa
Badan negeri ini kini telah menjadi tuna daksa
Merdeka kebebasan itu untuk siapa?
Untuk Indonesia atau untuk penguasa?
Pak jaksa kadang masih suka lapar
Disuap dengan uang, disulapnya peluang
Sedang kami berjuang walau berujung dengan uang
Ruang kami dibatasi, genosida hak asasi
Merah dengan putih kini tak lagi menyatu
Menyayat nyatakan bahwa agama kita itu satu?
Garuda tidak di dada, juga tidak di kepalan
Apa garuda hanya ada dibungkus kacang?
Bhinneka jual gadget, tunggal ika sekarang pecah
Pilkada dengan dalih dan yang jujur dipenjara
Pak dewan jadi dewa, jangan kau cari perkara
Merekayasa arti merdeka demi memperkaya mereka
[Verse 9: Doyz]
Gelandangan dan pengangguran bertaburan
Pemukiman di bantaran selokan dihancurkan
Persetan impian kemerdekaan
Kedaulatan kekuasaan legalkan penggusuran
Pembakaran hutan, hujan kemudaratan
Rapalkan ajian buatan setan peraturan mematikan
Pemakaman korban pentungan dan tembakan
Senapan, terjemahan lisan komandan pangkalan
Lepaskan pasukan, bumi hanguskan rerumputan
Ketakutan akan ancaman buatan
Alasan keamanan hadirkan tindakan kombatan
Kafankan nyanyian keadilan
Pemikiran kemandirian dihempaskan ke jamban kotoran
Pikulan pangan berserakan di jalanan keresahan
Berhimpitan dengan taipan dan preman
[Verse 10: Sentris]
Aku lepas amsal pada semesta detik memintal
Pertalian masa rupa pula gairah mengental
Hadir takdir ia peluh jadi bunga dan riuh
Darah terjatuh, tapal momentum merah putihmu
Hidup mengayun layu usai kering hormatmu
Hormatku pada tubuh korban kan rela pelukmu
Berikan sayatan, wajah tak jumpa para rupawan
Esensi bagi khalifah seperti wujud begawan
Dan kini penjajah tak lagi hadir spektrum merah
Dengan tiga slogan, laras senapan di tangan
Ia berubah wajah, berubah pula latar belakang
Berubah dari suara menjadi pengkhianatan
Dan kabut disemai kabar lewati bawah sadar
Agenda diselip usai akal menyulap sadar
Akan karun yang dirampok puluhan pasal
Tak bergeming pula, tunas ia tumbuh serupa portal
[Verse 11: Loseyes]
Stel kencang album Ugly Bastard – The Lost Paradise
Ku dengar kabar aliansi MC bersepakat, ini Loseyes
Empat intsrumental dikawin silangkan
Kami grombolan MC bengal dengan euforia tujubelasan
Bali masih dengan cerita yang sama
Berdansa di tengah aspal kurun 4 tahun lamanya
Ku wakilkan setiap selebaran yel-yel aksi BTR
Nyaliku seperti mas atak yang membela petani dari militer
Kamilah tamu yang tak dihargai oleh pak mangku
Teluk Benoa belum merdeka, asal kau tau
Umbul-umbul kemerdekaan terpampang megah di setiap gapura
Tercampahkan kondisi pilu negara yang sebenarnya
Di kala semua serempak memberi hormat
Ku balik kanan jalan dan sambil melihat
Apa negara ini sudah merdeka? yang benar saja?
Keadilan sosial bagi seluruh koruptor dan para mafia
[Verse 12: Ciel Duke]
Tuk sodaraku yang berjuang untuk kebebasan
Lawan terus, hajar terus kalikan lipat seratus
Tuk saudariku yang berjuang di jalanan
Bertahanlah hingga nafas penghabisan
Kau merasa bebas, terbuai
Nafkah hidup sesuai, sukses hidup dituai
Kau tak sadar tubuhmu masih terikat rantai
Dan God d-mn ini bahkan bukan BDSM
BD PT bergerilya di tengah pasar Blok M
Para as-hole hidup dengan xenophobia akut
Bagaimana mungkin ku bebas dari rasa takut
Dan semaput darahku disruput jatah preman
Merdeka digadang kadang di ladang permainan
Di ladang padi yang sama yang kau permainkan
16 peluru dikokang dalam senapan
Belasan alasan keluarkan di muka bergiliran
[Verse 13: Rappinflat]
Di tengah riuh langka garam bulan delapan
Yang ke-tujuh masih sibuk membebaskan lahan
Kau hadirkan duka, palingkan muka
Lihatlah Papua, merdeka
Kala diawal pekan bulan kemerdekaan
Tujuh belas warga ditembak tanpa peringatan
Media bungkam, hilang tanpa berita
Dan aku kibarkan selendang di tengah tiang
Sebagai peringatan tentang 17-an
Definisi merdeka yang aku susun ulang
Di atas puing rumah tergusur
Keringat nir-upah lembur kala iman diukur
Direpresi berkumpul, kebebasan serikat dikubur
Apakah arti baru kau terima? tunggu hari dimana
Kalian semua dipaksa tunduk hormat senjata, merdeka
[Verse 14: JuTa]
Bicara merdeka lalu terobos lampu merah
Aku dan kamu tidak berbeda
Ingin berkuasa tak ingin mengalah
Saling menyalakan kaya kita saklar
Walau kita sadar ini tidak wajar
Kemerdekaan di mana? mana
Terutama untuk yang punya harta
Tapi bebaskah kita dari pembodohan
Kayak Pacman kita kemakan omongan
Semua mandi bensin, kita mudah dikomporin
Hati rakyat sakit lalu kita didokterin
Malu sekali rasanya ku melihat
Mudahnya kita diadu hanya tuk pemilihan
Sekumpul piring cantik, awas mudah pecah
Bilang Senartogok labelin bungkusnya pecah belah
[Verse 15: Fetty Acid]
Pagi subuh ayam berkokok
Bapak marhaen siap tuk bercocok-tanam
Benih tumpah ruah keringat jerih payah melawan
Paceklik, detik demi detik menanti hujan, wahai tuhan
Doa ku panjatkan, kupinangkan anak perempuan
Semata wayang, demi sepetak ladang
Sandang pangan papan, anak ku berdadan
Baru saja dia kemaren datang bulan
Bersolek bedak putih gincu merah terlihat menawan
Ikat pita pada rambut aku persembahkan pada bapak
Dewan: 35 juta saja perbulan, masih gres perawan
Tak akan melawan, segel terbuka hilang sudah jaminan
Aset depresiasi tak lupa minum rapet wangi
Oh dia perawan lagi
[Verse 16: Kwalik Mega]
Ilusi pandu baku, sistem bersalah kaku
Cukup setengah tiang layu, liang lubang sumbat batu (hah)
Atur rencana konflik, perintah damai intrik
Demo turbo mistik menembuskan hujam timah salah bidik
Balik contoh arah barat, dongeng merdeka karat
Menaburkan, peretasan, kontak gesek yang bersyarat
Pusat menyumbang, salur lambung kiri penuh hasrat (yo)
K-parat taktik (yo), invasi tanah (yo)
Membumihanguskan parlemen (bras, gas)
Belum yang lain lagi tambah satu
Lanjut pengkajian, muntahi dan geser problema itu basi religi
Sikati senjata, taburi otak dengan oli
Paksa berlebih pada lahan, mati lampu lari badan
Nikmati monolog, tolong balik penambangan analog
Naluri cerdas katalog, berdasi merek tumbal, tutupi asli ortodok
Lawan perintah tanpa sujud
Manterakan alih bahasa ekonomi sumpah berwujud
Jenewa polio, tampilkan kode tanggo
[Verse 17: Alfabeta]
Aku merdeka sejak lahir, bahkan sejak dalam rahim
Bisik bunda serukan kelak sejahtera kau raih
Namun temukan yang lain, kehidupan yang asli
Mencari manisnya nasi, ku dapat hanyalah asi
Apakah kita sedarah? Karena beribu pertiwi
Apakah kita saudara? Karena berIbu pertiwi
Biar ku robek v-ginanya karena lahirkan Indonesia
Ku tak butuh Indonesia, jika saudara tak sejahtera
Kau boleh duduk diam, jika bangga jadi budak
Dan gantungkan cita dengan upah di akhir bulan
Syair cinta tanah air, tempat kubangan para babi
Yang seusai dia mandi, kau pakai menanam padi
Berimakan janin yang kelak tumbuh pertanyakan lagi
Apa makna merdeka, jika ku lahir berbeda
Tangan terikat tapi dipaksa hormat bendera
Caraku hormat bebeda, kau todong dengan senjata
[Verse 18: Joe Million]
Merdeka sejak kapan saat gampang kau letakkan
Benderamu dan ratakan gunung kami berantakan
Paksa kami tuk katakan lima ayat yang bahkan
Tak ku tahu asal-usul macam peluru di rusuk
Marah dibuat rusun atap kami dari rumput
Rusuh kami engkau susun agar dana terus mengucur
Lucu kami memang busuk dengan perut yang membusung
Wujudmu juga membusung untung busur ku tak cukup
Jauh untuk terbang langlang buana benua
Umur sama menua namun tetap kumpul uang
Melebihi keperluan sampai tujuh keturunan
Ku berdoa pada Tuhan, Tuhan doa kepada tuan
Lirik ku keterlaluan nilai sambil melenguh
Main dengan perempuan laki-laki nenek tua
Hobi buang p-ju namun masih terkejut
Saat ku masturbasi fakta atas wajah yang bertahta
[Verse 19: Pangalo!]
Merdeka dalam pancasila serupa mengharapkan surga
Membara semangat 45, berdarah sejarah 65
Negara menjelma tentara, rakyatnya kehilangan nyawa
Penguasa menanamkan luka, rakyatnya belajar melupa
Patriot menjadi polutan, pemuda butuh kewarasan
Hidup yang kau rayakan berada dalam panoptikon
Dirimu merasa merdeka, ternyata engkau terpenjara
Kau patuhi perintah meskipun matamu buta
Ringkus, rebutlah kembali setiap makna hidupmu dan hunus
Robohkan tirani hingga dirimu pun mampus
Hancurkan segala bentuk dogma sekalipun kau disebut gila
Menjelma sang anarkis yang dialektis tuk menangkis perintah
Kuambilkan kemudi tuan, para majikan bunuh perlahan
Rapatkan barisan, panggil kawan, sulut api perlawanan
Kusabdakan, ilusi kemerdekaan simbol dari penindasan
Maka kepalkanlah tangan, tinju setiap pembodohan
[Verse 20: Maderodog]
Kemuakan yang kami kerek ke atas tiang bendera
Bersama kemarahan pusara atas merdeka yang disandera
Merakit angkara pada pembantaian menahun
Yang disusun atas klaim turun temurun para karuhun
Gak usah berlagak santun, sok bijak serupa pantun
Kalau ni bangsa gak berlagak pikun, jutaan orang dibantai beruntun
20 tahun sejak apa yang kalian sebut “Merdeka”
Seremoni belaka pergantian neraka dan petaka
Rima ini graffiti Banksy di atas teks proklamasi
Saat hajat hidup jadi komiditi serupa forex dan inflasi
Kami kencingi semua MC Nasionalis bau ompol
Yang mengkatrol simbol isapan jempol dan kebanggaan t-lol, k-ntol
Kami rapal ayat pelayat si penjaga kamar mayat
Sejak aparat dan korporat giat merampok tanah ulayat
Saat jumlah pusara disubsidi para tentara
Molotov kami kan mengudara di upacara Medan Merdeka Utara
[Verse 21: Rand Slam]
17 Agustus kata rakyatnya merdeka
Tertuju pedang kau hunus pada warna yang berbeda
Demi merah putih, kulit hitam kau kucilkan
Mata sipit tak kau lirik yang kau pedulikan
Surga-surga bidadari muda-muda
Dikadali ustad-ustad yang cemari surat-surat
Dan gemari lucah-lucah dan kabur lari ke Arab
Yang kamu jadikan harap nyalinya tai belalang
Nyanyian bar-bar kumandang di rumah Tuhan
Kupandang ngilu dan pucat mayat di jalan berlubang
Kau bakar dengan dalih nyawa tak semahal ampli
Agar keras suaramu saat teriakkan kafir
Bhineka Tunggal Ika, boneka punya kita
Yang bolehkan geliat bocah-bocah penyakitan
Ini maklumat bagi umat yang maklumi
Kemerdekaan di pantat yang percaya datar bumi
[Verse 22: Morgue Vanguard]
Kami panjatkan syukur ke hadirat yang maha pengontrol
Atas pengingat di setiap bulan depalan delusi bergerombol
Juga doa bagi yang gaspol menolak hidup di bawah kontrol
Bergembira membuat gapura di depan gang berbentuk k-ntol
Bertuliskan seruan dalam bahasa serapan arak
Dan plesetan dialek barak kesatuan yang berlogo pisau dan tengkorak
Diarak kampanye mall yang marak jual bualan kemerdekaan
Diiringi lantunan satu batalyon menyanyikan
Indonesia tumpah darahku yang tak punya urusan dengan
Tumpah darah warga yang dibantai di bawah bendera pembangunan
Tumpah gelontoran darah dari Simpang Kraft hingga Wamena
Di lembar sejarah yang dibaca dengan kacamata tentara
Kami rubah kosakata di kamus kontra-petaka
Dan mendekatkan makna merdeka dengan lubang an-s dicolok gada
Bacakan puisi Wiji di depan harga bandrol NKRI:
“Kemerdekaan adalah nasi, dimakan jadi tai”
Kanan kiri kepulan, depan belakang kepungan
Ormas bermain Tuhan, dan aktivis bermain peluang
Merubah dari dalam, merubah dari dalam parit
Persetan omong kosong marxis piramid Andi Arif
Kanan kiri kepulan, depan belakang kepungan
Ormas bermain Tuhan, bigot bermain peluang
Di hadapan manuver BIN dan pasal karet gondol mayit
Persetan pidato budaya marxis istana Hilmar Farid