Lagu “Kepada Setiap Yang Merasa Kawan” karya Sombanusa adalah sebuah elegi penuh perasaan yang ditujukan bagi siapa saja yang pernah merasa menjadi bagian dari perjuangan bersama. Melalui lirik yang puitis dan reflektif, lagu ini mengajak kita untuk berdamai dengan luka-luka masa lalu, mengenang persahabatan yang pernah erat, dan tetap menjaga ruang kebersamaan dalam menghadapi getirnya hidup. Sebuah karya yang menenangkan sekaligus menggugah, khas dari warna musik dan pesan sosial yang selalu dibawa oleh Sombanusa.
Lirik Lagu Kepada Setiap Yang Merasa Kawan
Yang terbaik adalah kita bicara
Mulai mengadu banyak-banyak angkara
Mungkin gelap tak mampu tuk menerima
Keriuhan-keriuhan di kepala
Malam ini kutunggu kau di beranda
Dengan perasaan sedih dan tertawa
Adakah nanti kita semua percaya
Perjalanan ini tak berujung pesta
Adakah kita bisa semesra dulu
Menerima luka-luka yang peluru
Menikmati setiap bunga yang bertumbuh
Menyiraminya dengan kubangan peluh
Tak mungkin kita hapus kisah yang lalu
Ku simpan di ruang-ruang yang berdebu
Bahwa yang kita terima hanya waktu
Berulang-ulang hidup sesakit itu
Maka terimalah, maka sudahilah
Semua luka-luka, semua keluh kesah
Maka terimalah, maka sudahilah
Semua luka-luka, semua keluh kesah
Deskripsi
Lirik “Kepada Setiap Yang Merasa Kawan” menghadirkan suasana sunyi yang pekat dengan perenungan. Lagu ini membuka dengan ajakan untuk saling berbicara, mengadu tentang “angkara”, atau penderitaan dan kekacauan yang memenuhi kepala. Dalam narasi yang tenang namun mendalam, Sombanusa menggambarkan perasaan rindu akan keintiman dan solidaritas masa lalu, sembari menyadari bahwa waktu dan keadaan sering kali mengubah segalanya.
Kata-kata seperti “Adakah nanti kita semua percaya, perjalanan ini tak berujung pesta” menunjukkan keraguan dan kelelahan akan perjalanan hidup yang penuh luka. Namun, justru dalam mengakui luka-luka itulah, makna pertemanan dan perjuangan menjadi lebih dalam. Lagu ini juga menyinggung ketidakmungkinan untuk menghapus masa lalu—semuanya harus diterima, disimpan, dan jika perlu, disudahi dengan lapang dada.
Dengan pengulangan bait penutup “Maka terimalah, maka sudahilah”, Sombanusa seolah menyuguhkan ruang untuk rekonsiliasi batin, memaafkan, dan terus berjalan. Lagu ini bukan sekadar ungkapan melankolia, tapi juga doa agar rasa kemanusiaan tetap hidup di tengah dunia yang terus berubah.
FAQs
Lagu ini mengajak pendengarnya untuk mengenang kembali ikatan pertemanan dan perjuangan, sembari menerima luka masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidup.
Ini merujuk pada siapa pun yang pernah merasa memiliki hubungan batin, kebersamaan, atau solidaritas dalam perjuangan hidup—baik itu sahabat, rekan seperjuangan, maupun sesama penyintas.
Kalimat ini menggambarkan kesadaran bahwa hidup tidak selalu penuh kegembiraan. Ada luka, ada getir, dan tidak semua cerita berakhir bahagia.
Secara musikal, lagu ini memiliki nuansa balada akustik yang minimalis, memperkuat liriknya yang kontemplatif dan puitis.
Seperti karya-karya Sombanusa sebelumnya, lagu ini sarat dengan pesan kemanusiaan, sosial-politik, dan spiritualitas yang mengakar pada pengalaman kolektif masyarakat Indonesia.